PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. M.
ATHIYAH AL-ABRASYI*
30 Mar
7 Votes
A. Biografi Muhammad Athiyah
Al-AbrasyiSejarah Kehidupan dan Latar Belakang Pemikiran Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970. Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh para cendekiawan Arab dan muslimin. Beliau adalah penulis tentang pendidikan keislaman dan pemikiran, umurnya yang mendekati 85 tahun akan selalu terasa pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada tanggal 17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris, disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari universitas Ekstar, dan pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah bahasa Suryani dari universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di London.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970. Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh para cendekiawan Arab dan muslimin. Beliau adalah penulis tentang pendidikan keislaman dan pemikiran, umurnya yang mendekati 85 tahun akan selalu terasa pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada tanggal 17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris, disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari universitas Ekstar, dan pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah bahasa Suryani dari universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di London.
Muhammad
Athiyah al-Abrasyi adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam
dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam,
sekaligus sebagai guru besar pada fakultas Darul Ulum Cairo University, Cairo.
Sebagai guru besar, beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam
dari zaman ke zaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai
prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern di dunia Barat pada
abad ke-20 ini.[2]
Muhammad
Athiyah al-Abrasyi adalah seorang ulama’, cendekiawan yang telah mendalami
agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan
pendidik jebolan London, penulis yang produktif dan seorang guru besar. Sebagai
salah seorang dari sekian banyak ilmuwan muslim yang sangat produktif
mencetuskan gagasan dan ide menuju perbaikan dan peningkatan kualitas umat Islam
pada era sekarang ini dengan menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan
Islam yang merupakan hasil dari sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan
al-Hadits yang digalinya.[3]
Sesuai
dengan keahliannya, beliau telah menjelaskan tentang posisi Islam mengenai
ilmu, pendidikan dan pengajaran berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, serta
menjelaskan pula tentang fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga,
perpustakaan, seminar, dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam
dari zaman keemasannya sampai pada kita sekarang ini.[4]
Seperti
diketahui pada zaman kejayaan Islam, Negeri Mesir dikenal sebagai salah satu
pusat ilmu pengetahuan di samping Baghdad, Damaskus, Cordova dan lain-lain.
Tetapi kemudian ketika dunia Islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut
merasakannya, lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut di jajah Perancis
dan Inggris. Akibatnya Mesir mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada
umumnya dan pendidikan pada khususnya. Di dorong kenyataan pahit inilah
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mencoba kembali menggali nilai-nilai dan
unsur-unsur pembaharuan yang terpendam dalam khazanah perkembangan pendidikan
Islam di masa jayanya. Ia mencoba mencari titik persamaan dasar pendidikan
Islam dan pendidikan modern.
Latar
belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui beliau merupakan modal dasar
bagi beliau untuk berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir
dan dunia Islam, mengingat umat dan masyarakat yang di hadapinya sedang bangkit
dan berkembang ke arah kemajuan. Keberhasilan pendidikan Islam dari semula
sampai dimasa jayanya menurut beliau dapat dibuktikan dengan munculnya
ilmuwan-ilmuwan besar seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Khaldun dan
Ibnu Maskawaih. Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan Islam
banyak dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran
serta pendidik muslim sebelumnya yang ditelusurinya dengan baik terutama
pemahaman secara filosofis. Beliau cenderung menjadikan Ibnu Sina, al-Ghazali
dan ibnu Khaldun sebagai nara sumber.
B. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi
B. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi
1. Prinsip
pendidikan
- Kebebasan dan demokrasi dalam
pendidikan
Metode
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pendidikan Islam sangat banyak
terpengaruh oleh prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya
prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah
jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang. Pintu masjid dan institut
terbuka bagi anak didik yang ada dalam masyarakat tanpa adanya perbedaan antara
yang kaya dan yang miskin serta tinggi rendahnya kedudukan sosial anak didik
dalam masyarakat. Oleh karena itu, didalam Islam tidak ada kelebihan antara
orang Arab dengan yang bukan Arab, kecuali ketakwaannya. Sebagaimana firman allah
SWT. yang berbunyi;
يأيها الناس
انا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا, ان اكرمكم عند الله
اتقاكم, ان
الله عليم خبير (الحجرات: ١٣ )
Artinya:
“Hai manusia! Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan perempuan.[5] Lalu Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Yang teramat mulia
di antaramu di sisi Allah, ialah orang yang lebih bertaqwa. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui dan Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)[6]
Dari ayat di
atas, sangatlah jelas bahwa Islam ternyata menyamaratakan antara anak orang
kaya dengan orang miskin dalam segala hal terutama dalam bidang
pendidikan dan memberikan kesempatan sama pada anak didik untuk belajar tanpa
diskriminasi. Tidak seorangpun kaum muslimin yang mengatakan bahwa orang-orang
miskin diciptakan untuk bekerja di kebun, ladang dan pabrik, sedangkan yang
kaya menguasai mereka dengan kekayaan. Akan tetapi, kepintaran tidak hanya bisa
diperoleh orang kaya saja, melainkan juga oleh orang miskin. Kepintaran dan kecerdasan
diberikan Allah SWT. kepada hambanya dengan sama rata yang membedakan hanya
ketakwaannya.
Maka dari
itu, untuk belajar pendidikan Islam, anak didik tidak terikat pada batas umur
tertentu, ijazah-ijazah atau nilai-nilai angka dalam ujian atau peraturan
khusus untuk penerimaan siswa baru.
- Pembicaraan sesuai dengan
tingkat intelektual
Prinsip ini
merupakan prinsip terpenting dalam pendidikan Islam dan termasuk prinsip
terbaru dalam pendidikan modern, Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Athiyah al-Abrasyi mengutarakan bahwa:
“Seorang
pendidik hendaknya membatasi dirinya dalam berbicara dengan anak didik sesuai
dengan daya pengertiannya, dan jangan diberikan kepadanya sesuatu yang tidak
bisa ditangkap oleh akalnya, karena akibatnya ia akan lari dari pelajaran atau
akalnya memberontak terhadapnya”.[7]
Di abad
modern yang serba canggih sekarang, permasalahan kehidupan semakin rumit dan
memerlukan pemecahan yang tepat dan cepat, padahal al-Qur’an dan al-Hadits
tidak memuat pemecahan persoalan-persoalan itu secara rinci. Al-Qur’an hanya
bersifat global sedangkan Nabi dan wahyu tidak akan datang lagi. Banyak hal
yang sebelumnya tidak terpikirkan, sekarang muncul dan menuntut pemecahannya
seperti nikah via telepon, bayi tabung dan lain sebagainya. Semua itu menuntut
pemecahan hukum yang akurat agar umat Islam tidak bingung menghadapinya.
Terkait
dengan pendidikan, maka seorang pendidik menyajikan kepada anak didik suatu
hakekat bila diketahui bahwa anak didik sanggup memahami sendiri hakekat
tersebut, yaitu dengan penetapan setiap anak didik pada tempat yang wajar,
harus memilihkan mata pelajaran yang dapat diterimanya agar dengan demikian
berbicara dengan anak didik bisa disesuaikan dengan akalnya, gaya yang
dimengerti dan dengan bahasa yang serasi.
- Pengaruh pembawaan dan instink
terhadap pilihan
Setiap orang
yang meneliti buku-buku yang ditinggalkan oleh sarjana-sarjana Islam, akan
menyaksikan pendapat mereka mengenai instink dan cara-cara pendidikannya
mengenai studi atas kemampuan-kemampuan manusia dan hubungan dengan pendidikan
akhlak dan moral. Sarjana muslim itu berkata bahwa dalam diri manusia terdapat:
1)
Kemampuan untuk membedakan dan memikirkan
2)
Unsur-unsur kemarahan yang mencakup sifat-sifat marah, membantu kawan, agresif,
gila kekuasaan dan penonjolan diri.
3)
Unsur-unsur syahwat (hawa nafsu) yang mencakup nafsu-nafsu mencari makan dan
berbagai kelezatan –kelezatan panca indera.
Para
intelektual Islam telah lama menganjurkan agar pembawaan, instink, dan
seseorang diperhatikan dalam menuntut ke arah bidang pekerjaan yang dipilihnya
demi masa depan kehidupannya. Dalam hal ini, Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyarankan agar menekankan kemampuan instink
anak-anak harus diperhatikan yang merupakan landasan dalam pendidikannya. Tidak
semua pekerjaan yang dicita-citakan akan terpenuhi secara keseluruhan, hanya
pekerjaan yang sesuai dengan instink dan pembawaannya. Karena itu, kewajiban
seorang juru didik bila hendak memilihkan bidang pekerjaan untuk anak harus
memilih dahulu dan menguji, sehingga bakatnya bisa terpenuhi sesuai dengan
bidangnya.
Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa Islam sangat memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual antara anak-anak yaitu perbedaan yang timbul
akibat perbedaan keturunan, pembawaan dan bakat dari si kecil. Hal ini terbukti
dalam penyelidikan-penyelidikan ilmu jiwa, bahwa pengekangan terhadap kemarahan,
penindasan atas hawa nafsu, ataupun penggecetan atas instink seorang anak, akan
membahayakan terhadap dirinya. Jalan yang terbaik adalah kita tuntun ia dengan
petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat, pendidikan serta daya upaya lainnya
sehingga nafsu kemarahan, hawa nafsu atau instinknya yang liar itu dapat
dijinakkan dan ditundukkan.
- Kecintaan terhadap pengetahuan
Setiap siswa
yang cinta ilmu akan senang sekali belajar dan menggunakan seluruh waktunya
untuk melakukan penelitian, membaca studi memecahkan problematik ilmiah,
mencernakan ilmu, bergairah dalam menggali ilmu pengetahuan dan masalah-masalah
ilmiah tanpa segan-segan bertekun siang malam mempersiapkan pelajaran mereka
buat keesokan harinya. Mereka menyerahkan seluruh kekuatan masa muda dan
hidupnya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Dengan cara
demikian, dikalangan muslim terdapat ulama-ulama dan sarjana kenamaan, ahli
fiqih, sastrawan, penyair dan ahli bahasa yang telah menghasilkan karya-karya
agung dan berharga dibidang tafsir, hadits, fiqih, tauhid, balaghah, syari’at
dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa, yaitu buku-buku yang merupakan referensi
yang tidak seorangpun sarjana-sarjana di Timur maupun Barat yang sanggup
menandinginya.[8]
2. Tujuan
Pendidikan Islam
Muhammad Athiyah al-Abrasyi membagi lima (5) azas yang menjadi sasaran tujuan pendidikan Islam, antara lain:
Muhammad Athiyah al-Abrasyi membagi lima (5) azas yang menjadi sasaran tujuan pendidikan Islam, antara lain:
- Untuk membantu pembentukan
akhlak yang mulia
- Persiapan untuk kehidupan dunia
dan akhirat
- Persiapan untuk mencari rezeki
dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan atau tujuan vokasional dan
profesional
- Menumbuhkan roh ilmiah (scientific
sprint) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity)
dan memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu
- Menyiapkan pelajar dari segi
professional, tekhnikal, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi
tertentu
C. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Pendidik
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyebut pendidik adalah sebagai spiritual father atau bapak rohani dari seorang peserta didik, dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya atau meluruskan perilaku peserta didik yang buruk.[9] Maka menghormati pendidik berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan pendidik itulah mereka hidup dan berkembang sekiranya setiap pendidik itu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul, sebagaimana syair al-Syawki yang dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi:[10]
قم للمعلم
وفه التجيلا # كاد المعلم ان يكون رسولا
“Berdiri dan
hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan
seorang Rasul.”
Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi[11] kode etik pendidik dalam
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1)
Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia
menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
2)
Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola
komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar
mengajar.
3)
Memperhatikan
kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus di
ukur dengan kadar kemampuannya.
4)
Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik,
misalnya hanya memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
5)
Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6)
Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar
kewajibannya.
7)
Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya (menggunakan
pola integrited curriculum).
8)
Memberi
bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta
berbeda dengan zaman yang di alami oleh pendidiknya.
9)
Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab,
dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang
untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
- Peserta didik
Berbicara
tentang konsep murid/peserta didik dalam Islam, Muhammad Athiyah al-Abrasyi
menegaskan bahwa peserta didik dalam menuntut ilmu pengetahuan mempunyai
kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa
diperhatikan oleh setiap peserta didik dan di kerjakannya adalah sebagai
berikut:[12]
1)
Sebelum belajar, harus membersihkan diri dari segala sifat yang buruk karena
belajar adalah juga ibadah.
2)
Belajar dengan maksud mengisi jiwa dan rasa fadlilah, mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
3)
Bersedia menuntut ilmu walaupun sampai meninggalkan keluarga dan tanah air.
4)
Menekuni ilmu sampai selesai artinya jangan terlalu sering berganti guru, jika
berganti juga harus dipikir matang-matang terlebih dahulu.
5)
Hendaknya ia memiliki guru dan menghormatinya karena Allah dan berupaya
menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
6)
Jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya dan jangan mulai berbicara
kecuali sudah ada izinnya.
7)
Saling mencintai dan berjiwa persaudaraan antara sesama murid.
8)
Bertekad belajar sampai akhir hayat dan jangan meremehkan suatu bidang ilmu.
Selain yang
telah disebutkan di atas, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi masih ada
prinsip-prinsip penting mengenai pendidik dan peserta didik adalah sebagai
berikut:[13]
- Akhlak dan moral yang sempurna
lebih berharga dari ilmu
- Pengagungan ilmu, ulama’ dan
sarjana
- Perhatian yang cukup dalam
mempererat hubungan pribadi dan saling
D. Kurikulum / Materi Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan keinginan peserta didik sangat
diperhatikan. Oleh karena itu, dalam pembuatan kurikulum, Muhammad Athiyah
al-Abrasyi[14] mempertimbangkan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
- Harus ada mata pelajaran yang
ditujukan mendidik rohani atau hati. Ini berarti perlu diberikan mata
pelajaran ketuhanan (aqidah). Maka dari itu, peserta didik diberikan
pelajaran-pelajaran keagamaan dan ke-Tuhanan karena ilmu termulia ialah
mengenai Tuhan serta sifat-sifat yang pantas pada Tuhan.
- Mata pelajaran harus ada yang
berisi petunjuk dan tuntunan untuk menjalani cara hidup yang mulia, sempurna,
seperti ilmu akhlak, hadits, fiqih, dan lain sebagainya.
- Mata pelajaran yang dipelajari
oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan
ilmiah dan kelezatan ideologi, yaitu apa oleh ahli-ahli pendidikan utama
dewasa ini dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri. Ilmu
dipelajari untuk memenuhi rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia.
- Mata pelajaran yang diberikan
harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu
harus terpakai.
- Pendidikan kejuruan, tekhnik
dan industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain mengutamakan
segi-segi kerohanian, keagamaan dan moral, pendidikan Islam tidak
mengesampingkan pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk mempelajari
subyek atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang pekerjaan,
teknik, dan perindustrian setelah peserta didik selesai menghafal
al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran agama dengan maksud mempersiapkan
peserta didik untuk mencari kebutuhan hidup.
- Mata pelajaran yang diberikan
berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud adalah ilmu alat
seperti bahasa dan semua cabangnya.
E. Metode Pendidikan
Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi metode adalah jalan yang dilalui untuk memperoleh
pemahaman pada peserta didik tentang segala macam pelajaran dalam segala mata
pelajaran.[15] Metode merupakan rencana yang
dibuat oleh pendidik sebelum memasuki kelas, dan menerapkannya di dalam kelas.
Adapun
metode pendidikan Islam yang relevan dan efektif dalam pengajaran Islam menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[16]
- Metode Induktif (al-Istiqraiyah
aw Al-Istinbathiyah)
- Metode Deduktif (Al-Qiyasiyah)
- Metode Periklanan (Al-Ikhbariyah)
dan Metode Pertemuan (Al-Muhadharah)
Metode ini
dilakukan dengan cara memasang iklan, pemberitahuan, pengumuman,brosur-brosur,
berita-berita baik melalui televisi, radio maupun surat kabar, jurnal atau
majalah. Metode ini dapat direalisasikan dengan menggunakan model-model sebagai
berikut:
- Ceramah (Lecturing/al-mawidhah)
- Tulisan (Al-Kitabah)
- Metode Dialog (Hiwar)
Untuk
merealisasikan metode dialog dapat digunakan model-model sebagai berikut:
- Tanya jawab (Al-As’ilah wa
Ajwibah)
- Diskusi (Al-Niqasy)
- Bantah-bantahan (Al-Mujadalah)
- Brainstorming (Sumbang saran)
- Metode Koreksi dan Kritik (Al-Tanqibiyah)
- Metode Metafora (Al-Amtsal)
- Metode Permainan (Al-La’bu
/ Game)
- Metode Drill (Al-Tadrib wa
Al-Muronah)
- Metode Kuliah (Muhadharah)
F. Karya-karya Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
Adapun karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[17]
- Ruh al-Islam, Isa al- Babiel
Halabi bi Sayidina Husaini, Cairo.
- Uzmat al- Islam, jilid I dan
II, Mesir, Cairo.
- At-Tarbiyah Islamiyah,Dar
al-Qoumiyah li al-Tiba’ati wa al-Nashir,Cairo.
- At-Tarbiyah al-Islamiyah wa
Falasifatuha, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
- Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim,
Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
- Uzmat al-Rasul Muhammad SAW,
Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
- Al-Ittijahat al-haditsah fi
al-Tarbiyah, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
- Al-Thuruq al-Khassat
al-Haditsah fi al-Tarbiyah li Tadris al-Lughat al-Arabiyah Wadiin, Mesir.
- At-Tufalah Sani’atul Mustaqbal
au Kaifa Nurabbi at-Falana, Mesir.
- Al-Ilmu Shi’ar al-Surah Thaqofyah,
Al-Anglo, Mesir.
- Ushul al-Tarbiyah Misaliah fi
Emile li J. J. Rosseau, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
- J. J. Rosseau wa Waarauhu fi
al-Ishlah Ijtima’, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
- Ilmu Nafsi Tarbawi, tiga jilid,
Shirqatul Qaumiyah.
- Al-Syakhsiyah, Darul Ma’arif,
Cairo.
- Ushul Tarbiyah wa Qawaid
al-Tadris, Mesir.
- Lughat al-Araby wa Kaifa
Nahdlat al-Misriyah, Cairo.
- Al-Tarbiyah wa al-Hayat.
- Ilmu Nafsi li al-Jami’.
- Muskhilatu Al-Ta’limin Ula bi
Misri.
- Min Wahyi al-Taurat, Dar
al-Katib al-Araby, Cairo.
- Qassasa Insaniyah li Charles
Dickens, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
- Al-Mufassil fi Lughati
Suryaniyah wa Adabuha.
- Al-Asasu fi al-Lughat
al-Arabiyah.
- Al-Adabu as-Shamiyah.
Daftar
Pustaka
Abrasyi,
Athiyah, Dasar-Dasar Pokok-Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A.
Ghani, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Abrasyi,
Athiyah, al-Tarbiyah al-Islamiyah, Beirut
Abrasyi,
Athiyah, Ruh al-Tarbiyah wa al-ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-ahya’
Kasim, Abu,
Konsep Pendidikan Islam, JIPTIAIN. 2008
Mujib,
Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006
Surin,
Bachtiar, Terjemah Tafsir Al-Qur’an, Bandung: Fa Sumatra, 1978
Tafsir,
Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung: Pustaka Setia.
1998
*Penulis: Ahmad
Ihwanul Muttaqin
[2] M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pokok Pendidikan Islam,
terj. Bustami A.
Ghani dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. VII. 1987. 20-21
[3] Abu Kasim, , Konsep Pendidikan Islam (Tela’ah
pemikiran Muhammad athiyah al-Abrasyi), , JIPTIAIN (Knowledge Management
Research Group), 2008. 22
[4] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok…………,
. x.
[5] Adam dan Hawa
[6] Bachtiar Surin, Terjemah Terjemah dan Tafsir
Al-Qur’an, Bandung: Fa. Sumatra, 1978. 118
[7] Bachtiar Surin, Terjemah…,. 12
[8] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta, Kencana, 2006. 19-20
[9] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu …136
[10] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu... 136,
Lihat juga di Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan………,. 89
[11] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah
al-Islamiyah…………..,. 129-131. lihat juga Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Ilmu
Pendidikan………..,. 100-101, M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar……..,
terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahri. 137-139, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa
pemikiran………, terj. Syamsuddin Asyrofi.
[12] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok……….,.
147-148, lihat juga di Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam, 2008,
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan…………….,
hal. 142-144
[13] Ibid, hal. 148-149
[14] Ibid, hal. 173-185. lihat juga Ahmad Tafsir,
Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005,
hal. 66-67., lihat juga di Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka setia, 1998, hal. 138-139.
[15] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyah wa
al-Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ahya’, tth. 243.
[16] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh …. 246-281
[17] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh….. 410. lihat
juga di Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah…………..,
293-295
Tidak ada komentar:
Posting Komentar