MAKALAH
LEARNING DISABILITY
(KESULITAN BELAJAR) ANAK DENGAN GANGGUAN BELAJAR DISLEKSI (TIDAK MAMPU MEMBACA)
OLEH :
HESTI LESTARI
1611270018
DOSEN :
LAILATUL BADRIYAH, S.Psi,
MA.
FAKULTAS TADRIS DAN
TARBIYAH
PROGRAM STUDI IPS
UNIVERSITAS INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
BENGKULU
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan yang
maha kuasa atas segala limpahan Rahmat, Idayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
Makalah ini saya akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu, April 2017
Pebulis
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kesulitan Belajar............................................................. 3
B. Faktor Penyebab Anak Kesulitan Belajar...................................... 4
C. Gejala Anak Kesulitan Belajar...................................................... 6
D. Klasifikasi Kesulitan Belajar......................................................... 8
E. Penanganan Anak Kesulitan Belajar.............................................. 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 27
B. Saran.............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak miliki
perbedaan dalam perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan
hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa
meskipun setiap anak mempunyai perpedaan-perbedaan, mereka tetap sama yaitu
sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang anak,
yang pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya
semata-mata yang dilihat. Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut
pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sudut pandang
seperti inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak
pernah menyerah.
Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas
dalam pembelajaran. Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama
yang diperhitungkan adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan
anak. Apabila hal itu dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan
kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan
oleh orang lain. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi pendidikan
antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri
secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud kesulitan belajar?
2.
Apa faktor
penyebab anak kesulitan belajar?
3.
Bagaimana
gejala anak kesulitan belajar?
4.
Apa saja
klasifikasi kesulitan belajar?
5.
Bagaimana
penanganan pada anak kesulitan belajar?
C.
Tujuan dan Manfaat
1.
Mengetahui
dan memahami apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar
2.
Mengetahui
faktor-faktor penyebab anak kesulitan belajar
3.
Mengetahui
gejala anak yang mengalami kesulitan belajar
4.
Mengetahui
klasifikasi kesulitan belajar
5.
Mengetahui
dan memahami cara menangani anak kesulitan belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan
dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata
disability diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak
sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah
learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut
memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah
learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah
learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari
bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan
belajar adalah ketidakmampuan belajar , istilah kata yakni disfungsi otak
minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gangguan neurologist.
Menurut national institute of health, USA kesulitan
belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaaj yang ditandai
oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara intelegensia dan kemampuan
akademik yang seharusnya dicapai lebih lanjut dijelaskan bahwa kesulitan
belajar disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan
neurobiologis) yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan, seperti
perkembangan membaca, menulis, pemahaman dan berhitung.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam
bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakapcakap,
membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa
gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat.
Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya
gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan
(misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai).
Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi
kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan
belajar yang sudah ada.
B.
Faktor Penyebab Anak Kesulitan Belajar
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat
pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :
1.
Faktor
keturunan/bawaan
2.
Gangguan
semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur
3.
Kondisi
janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4.
Trauma
pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5.
Infeksi
telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar
biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
6.
Awal masa
kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa,
dan neurotoksin lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama
tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang
penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan kondisi
budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran sampai usia 3
tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar lagu, berbicara
kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi, interaksi ini
kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan
fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).
Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan
faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:
1.
Faktor
Disfungsi Otak
Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred
Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan
kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan perseptual.
Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan
pada hemisfer otak. Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan
dengan kemampuan sequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer kanan
otak berhubungan dengan tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk
melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non
verbal. Temuan Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa
anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja
yang lebih baik daripada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan
dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever,
memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam Kirk & Ghallager, 1986).
2.
Faktor
Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan
bahwa faktor herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan
mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain
dilakukan oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti
disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa
frekuensi disleksia pada kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak
identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan
menulis adalah sesuatuyang diturunkan.
3.
Faktor
Lingkungan dan Malnutrisi
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang
terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang
dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan
(dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan
yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia
awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta
berkembang anak.
4.
Faktor
Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap
kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh
Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat
stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa
tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan
hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa
alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan
menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan
bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada
sebagian anak, diet ini berhasil namun ada juga yang tidak cukup berhasil.
Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa memang ada beberapa anak yang tidak
cocok dengan bahan makanan.
Mulyono Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor Internal,
yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama
problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi
pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan
motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan.
C.
Gejala Anak Kesulitan Belajar
1.
Pada Usia
Pra Sekolah
a.
Terlambat
bicara dibanding dengan anak seusianya
b.
Memiliki
kesulitan dalam mengucapkan beberapa kata
c.
Dibandingkan
anak seusianya, penguasaan jumlah katanya lebih sedikit (terbatas)
d.
Sering
tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk satu kalimat yang akan dikemukakan
e.
Sulit
mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari
f.
Sulit
merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat
g.
Sering
gelisah yang berlebihan
h.
Mudah
terganggu konsentrasinya
i.
Sulit
berinteraksi dengan teman seusianya
j.
Sulit
mengikuti instruksi yang diberikan untuknya
k.
Sulit
mengikuti rutinitas tertentu
l.
Menghindari
tugas-tugas tertentu seperti menggunting dan menggambar
2.
Pada Usia
Sekolah
a.
Daya
ingatnya terbatas (kurang baik)
b.
Sering
melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca. Misalnya: huruf
“d” dibaca “b” Contoh: duku dibaca buku atau sebaliknya buku dibaca duku. “p”
dibaca “q”, “w” dibaca “m” dan sebagainya. Bila ini yang terjadi mereka
termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar disleksia.
c.
Lambat
untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
d.
Bingung
dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika. Misalnya tak
dapat membedakan arti dari symbol minus (-), symbol plus (+) dan symbol kali
(x) dan sebagainya
e.
Sulit
dalam mempelajari ketrampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingatnya.
f.
Impulsif
(bertindak tanpa dipikir lebih dahulu).
g.
Sulit
berkonsentrasi
h.
Sering
melanggar peraturan baik di rumah maupun di sekolah.
i.
Tidak
mampu berdisiplin seperti sulit merencanakan kegiatan sehari-hari.
j.
Emosional,
penyendiri, pemurung, mudah tersinggung, acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
k.
Menolak
sekolah.
l.
Tidak
stabil dalam memegang alat-alat tulis
m.
Kacau
dalam memahami hari dan waktu
3.
Pada Usia
Remaja/Dewasa
a.
Sulit/salah
mengeja huruf berlanjut hingga dewasa
b.
Masih
sering menghindari tugas-tugas membaca dan menulis.
c.
Mungkin
saja lancar membacanya tapi tidak mengerti atau tidak bisa menjelaskan apa yang
telah dibacanya.
d.
Sulit
menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan dan/atau tulisan.
e.
Daya ingat
terbatas.
f.
Sulit
menangkap konsep-konsep yang abstrak.
g.
Lamban
dalam bekerja.
h.
Sering
tidak teliti/ceroboh pada hal-hal yang seharusnya rinci atau sebaliknya justru
fokus pada hal-hal yang rinci.
i.
Bisa salah
(distorsi) dalam membaca informasi.
D.
Klasifikasi Kesulitan Belajar
1.
Kesulitan
Belajar Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
a.
Gangguan
Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi
alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar
(gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari),
penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.
Gangguan
Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar
melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecap.
c.
Gangguan
Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang
dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna.
Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
1)
Gangguan
dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
2)
Gangguan
dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
3)
Gangguan
dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak
atau digerakkan.
4)
Gangguan
Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
5)
Gangguan
dalam Pemahaman Konsep.
6)
Gangguan
Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d.
Gangguan
Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri
yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
1)
ADD
(Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
2)
ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang
disertai hiperaktivitas.
2.
Kesulitan
Belajar Akademik
a.
Disleksia
atau Kesulitan Membaca
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah
gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak
usia 7 hingga 8 tahun.
Disleksia terdiri dari dua perkataan Yunani yaitu
"DYN" bermakna susah, dan "LEXIA" bermakna tulisan.
Disleksia bukannya suatu penyakit, tetapi merupakan salah satu gangguan dalam
pembelajaran yang biasanya di alami oleh anak-anak. Lebih tepatnya, masalah
pembelajaran yang dihadapi adalah seperti membaca, menulis, mengeja, dan
kemahiran mengira. Oleh itu disleksia mengarah kepada mereka yang menghadapi
masalah-masalah membaca dan menulis walaupun mempunyai daya pemikiran yang
normal.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik,
seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan
memproses.
Faktor-Faktor Penyebab Gejala Disleksia
Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak,
yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau keturunan juga berperan.
Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak
mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab
disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab,
yaitu;
1)
Faktor
keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang
mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis
menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, dan anak kidal juga bisa jadi
disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa
80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah
atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan
60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.
2)
Problem
pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering
mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi
pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan
cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan
detail dari dokter ahli. Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan
tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan
bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
3)
Faktor
kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari
2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor
keturunan.Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan
disleksia menjadi semakin serius, hingga perlu penanganan menyeluruh. Bisa
jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat
bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang
nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi pada perkembangan dan fungsi-fungsi
tertentu di bagian otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak
proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini
berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang
mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses
membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat
huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
Ciri-Ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru bisa terdeteksi
setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu, seperti halnya anak
yang baru memasuki sekolah TK, kemampuan membaca anak yang baru memasuki TK
tidak menjadi tuntutan untuk di haruskan bisa membaca. Oleh sebab itu, gejala
disleksia sangat sulit diketahui sejak usia dini. Adapun ciri – cirri anak
disleksia diantaranya :
a)
Tidak
dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
b)
Kesulitan
dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan
hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
c)
Sulit
menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
d)
Sulit
mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata
dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang
sama.
e)
Sulit
mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini
akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi
huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga
tidak dapat membedakan huruf yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
f)
Membaca
suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya, dan
lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tandatanya, dan
tanda baca lainnya.
g)
Bermasalah
ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan
benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
h)
Sering
terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal"
menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi
"Kursi duduk di atas kucing." Lupa mencantumkan huruf besar atau
mencantumkannya pada tempat yang salah.
i)
Keliru
terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi. Serta, bingung
menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
j)
Menulis
huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. Serta, terdapat jarak pada
huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis
dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
k)
Anak baru
bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8
tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca.
b.
Disgrafia
atau Kesulitan Menulis
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak
bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena
mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan
motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini
terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung
kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan
motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis
biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada
anak yang berada di tingkat SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga
disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak
yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan
dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk
tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam
menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat
intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian
orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual
motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri
perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam
membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai
keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika
dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.
Penyebab Disgrafia
Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui
secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun
orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala
entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga
menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota
keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter
ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan
faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam
harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan
otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah
kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Ciri-Ciri Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di
antaranya adalah:
1)
Terdapat
ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2)
Saat
menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3)
Ukuran dan
bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4)
Anak tampak
harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau
pemahamannya lewat tulisan.
5)
Sulit
memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6)
Berbicara
pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.
7)
Cara
menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional.
8)
Tetap
mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah
ada.
c.
Diskalkulia
atau Kesulitan Belajar Matematika
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan
Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty”
karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan
akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya
ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang
melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis
kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit
dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada
gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang
dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode
perkembangan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu
belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap
belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah.
Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam
membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam
memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena
yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan
atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan
belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung
menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi
anak didiknya. Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi
pembelajaran.
Penyebab Diskalkulia
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat
digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang
meliputi:
1)
Faktor
fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu
sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan
secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi
tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan
karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh,
yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang
tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2)
Faktor
psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan
dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita
ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa
aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140),
atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan
cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak
terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya
memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka
orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak
didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan
mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;
a)
Faktor-faktor
sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh
orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang
cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian,
atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan
orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan
terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar
anak.
b)
Faktor-faktor
non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian
alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
Ciri-Ciri Diskalkulia
1)
Tingkat
perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai
memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2)
Sulit
melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung
transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut
jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang
harus melibatkan uang.
3)
Sulit
melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi,
mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4)
Terkadang mengalami
disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung
saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta
atau petunjuk arah.
5)
Mengalami
hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung
dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6)
Sering
melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses
substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7)
Mengalami
hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan
nada, dan sebagainya.
8)
Bisa juga
mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan
main yang berhubungan sistem skor.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi
juga disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum
diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6
tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang
menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6
tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan
mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin berperan
pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa ikut
menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam
matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih
konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep
matematika itu sendiri.
E.
Penanganan Anak Kesulitan Belajar
1.
Penanganan
anak-anak yang berkesulitan belajar secara umum bertujuan:
a.
Membangkitkan
kesadaran tentang dirinya
b.
Mengoptimalkan
potensi positif dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya
c.
Menjadi
orang yang mandiri sehingga mampu mencari solusi permasalahan hidup
sehari-hari.
2.
Mereka
perlu diarahkan untuk mempelajari hal-hal:
a.
Bagaimana
mulai mengerjakan tugas
b.
Bagaimana
cara belajar yang efektif misalnya bagaimana memegang pensil dengan benar.
c.
Bagaimana
mendengarkan instruksi
d.
Bagaimana
mengamati
e.
Bagaimana
mengorganisasikan barang-barang miliknya agar teratur.
f.
Penanganan
anak berkesulitan belajar memerlukan kerjasama yang baik, positif dan
supportive antara orang tua, guru di sekolah dan beberapa orang professional
seperti: dokter anak, psikiater anak, psikolog, terapis. Diperlukan upaya yang
berkesinambungan untuk melaksanakan penanganannya.
3.
Orang tua
dan guru wajib memahami :
a.
Setiap
anak adalah unik tidak bisa disamaratakan. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Sehingga penanganan/pendekatan setiap anak disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing anak.
b.
Kematangan
setiap anak berbeda satu sama lain.
c.
Mereka
membutuhkan lingkungan yang hangat, keceriaan, memberikan dukungan penuh agar
mereka tidak merasa dikucilkan
d.
Konsisten
dengan peraturan/disiplin sehingga mereka tahu apa yang boleh apa yang tidak
boleh.
e.
Rutinitas
kegiatan supaya mereka focus pada tugas dan kewajibannya.
f.
Hindarkan
materi yang terlalu abstrak supaya mudah mereka pahami.
g.
Melatih
penggunaan penginderaannya agar mereka memperoleh pengalaman nyata sehingga
mudah diingat misalnya pengalaman menyentuh, merasakan, mencium, melihat dan
mendengar akan dapat mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi kedalam
otaknya.
h.
Menangani
anak-anak yang berkesulitan belajar adalah proses yang panjang dan kesabaran
yang tidak mungkin dapat dilakukan secara instant.
4.
Mengatasi
Anak yang Mengalami Disleksia
a.
Metode
multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan
diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan
kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta
taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di
udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan
menuliskannya besar-besar di lembaran kertas.Cara ini dilakukan untuk
memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan
sentuhan.Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali
huruf-huruf.
b. Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami
dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya,
mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa
membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh
karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, atau pun mendapatkan perlakuan
negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap
kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu
faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan
strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan
pemahaman yang sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku
cerita sederhana.
c. Terapi
Saat anak diketahui mengalami gangguan disleksia, patut
diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang dengan penuh
kesabaran dan ketekunan untuk membantu si anak mengatasi kesulitannya.
Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau
menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.
Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah seharusnya bisa
melakukan beberapa cara untuk membantu anak-anak tersebut, seperti menggunakan
alat tulis berbagai warna untuk menulis kata yang penting, memberikan waktu
istirahat selama 10 menit dari setiap 20 menit belajar membaca, memberikan
waktu lebih saat menulis dan membaca.
Guru juga dapat memberikan soal atau tulisan dengan
ukuran huruf yang lebih besar agar terlihat jelas dan dapat menarik penglihatan
mereka. Intinya, anak-anak penderita disleksia perlu diberikan kesempatan yang
sama dengan anak-anak lainnya. Karena, mereka juga memiliki potensi yang
besar.Dan anak-anak itu butuh perhatian khusus.
5.
Mengatasi
Anak yang Mengalami Disgrafia
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk
membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
a.
Pahami
keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping
memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah
untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu
hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa
frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang
singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang tua dari si anak meminta
kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan
ini secara lisan, bukan tulisan.
b.
Menyajikan
tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak
disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan
komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat
mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan
sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
c.
Membangun
rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan
anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan
membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan
membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang
dilakukannya.
d.
Latih anak
untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang
sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan
tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman,
menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya.
Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya
menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan
melalui beberapa hal berikut:
1)
Faktor
kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi
mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular
antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing.
Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin
bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat
dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga
anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2)
Aktivitas
lain yang mendukung
a)
Kegiatan
yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah,
dan jari.
b)
Menelusuri
bentuk geometri dan barisan titik.
c)
Menyambungkan
titik.
d)
Membuat
garis horizontal dari kiri ke kanan.
e)
Membuat
garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
f)
Membuat
bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
g)
Membuat
garis miring secara vertikal.
h)
Menyalin
bentuk-bentuk sederhana.
i)
Membedakan
bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.
3)
Menulis
huruf lepas/cetak
a)
Perlihatkan
sebuah huruf yang akan ditulis.
b)
Ucapkan
dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
c)
Anak
menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis
untuk membuat huruf itu.
d)
Anak
menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
e)
Anak
menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
f)
Jika cara
ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi
huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa
dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.
4)
Menulis
huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk
melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah
pengajarannya sebagai berikut:
a)
Kata atau
huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
b)
Huruf yang
satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang
berbeda.
c)
Anak menelusuri
huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
5)
Menulis
huruf sambung
a)
Mengajarkan
huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
b)
Tabel cara
melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.
Faktor
|
Masalah
|
Penyebabnya
|
Remedial
|
Bentuk
|
Huruf terlalu miring
|
Posisi kertas yang miring
|
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan
badan
|
Ukuran
|
Terlalu besar dan terlalu tebal
|
·
Kurang
memahami garis tulisan
·
Gerakan
tangan yang kaku
|
·
Ajarkan
kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
·
Latih
gerakan tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau
bentuk lengkung
|
Spasi
|
·
Huruf
dalam satu kata seperti menumpuk
·
Spasi
antar-huruf terlalu lebar
|
·
Kurang
memahami konsep spasi
·
Kurang
memahami bentuk dan ukuran
|
·
Ajarkan
kembali konsep spasi antar-kata
·
Kaji
kembali konsep bentuk
ukuran dan huruf
|
Kualitas garis
|
Terlalu tebal atau menekan terlalu tipis
|
Masalah pada tekanan tulisan
|
Perbaikilah cara-cara memegang alat
tulis, perbaiki juga gerakan tangan, serta berikan latihan menulis di atas kertas tipis dan
kertas kasar
|
Kecepatan
|
Lambat ketika dalam menulis yaitu ketika menyalin
atau saat dikte
|
Tingkat kemampuan menulis tidak sebanding dengan
kecepatannya
|
Latih menarik garis lurus dengan cepat serta
latihan membuat bentuk melingkar, tegak dan melengkung di kertas berpetak
|
6.
Mengatasi
Anak yang Mengalami Diskalkulia
Penanganan pada anak Diskalkulia
a.
Guru dan
orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.
b.
Pendekatan
yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak.
c.
Perlu
stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan
matematika dalam dirinya.
d.
Pelatihan
dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan masalah dalam
menghadapi kesulitan pelajaran matematika.
e.
Memverbalisasikan
konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara ini mempermudah anak
untuk mengerti konsep matematika.
f.
Tulis
angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan menuliskan
urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka secara keseluruhan.
g.
Jangan
biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang matematika.
h.
Matematika
dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti mengajak anak untuk
menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak aktif untuk menghitung
dalam kegiatan ini.
i.
Berikan
pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan terlalu menekan
anak untuk pandai berhitung.
j.
Gunakan
gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan penghitungan.
Gunakan gambar yang menyenangkan.
k.
Ingatan
anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi yang ada
tidak terbuang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Learning disabilities atau kesulitan belajar adalah
istilah untuk mereka yang mengalami gangguan atau hambatan dalam hal memahami
dan mempelajari sesuatu. Learning disabilities disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal diantaranya gangguan neurologist atau
disfungsi otak dan psikologis serta faktor eksternal diantaranya lingkungan
tempat ia tinggal.
Klasifikasi kesulitan belajar diantaranya disleksia
yaitu kesulitan membaca, disgrafia, kesulitan menulis dan diskalkulia kesulitan
berhitung. Anak yang mengalami kesulitan belajar ini perlu mendapat bimbingan
dan penanganan khusus. Mereka bukanlah tidak bisa belajar, hanya membutuhkan
perhatian lebih serta bimbingan untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami.
Peran keluarga khususnya orang tua serta guru sangat dibutuhkan untuk
mengarahkan mereka agar bisa seperti layaknya anak normal lain serta dapat
menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat dengan baik.
B.
Saran
Setiap anak memiliki hal masing-masing yang membuat
mereka berbeda. Begitu juga anak kesulitan belajar. Mereka memang memiliki
perbedaan dengan anak lainnya tetapi mereka tetaplah anak-anak yang mmebutuhkan
kasih sayang, perhatian serta perlakuan yang sama. Dalam hal memperlakukan anak
kesulitan belajar janganlah menganggap perbedaan mereka menjadi hal yang
negatif sehingga mereka terkucilkan. Anak kesulitan belajar memiliki potensi
serta kelebihan bakat-bakat di samping kekurangan mereka. Memperhatikan serta
membantu mengembangkan bakat anak kesulitan belajar adalah hal yang perlu
dilakukan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan mengaktualisasi diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/96/56
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984031-ZAENAL_ALIMIN/KESULITAN_BELAJAR.pdf
http://hanglekiumc.com/2012/10/05/mengenal-anak-berkesulitan-belajar/
http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia
http://harfiahnurul.blogspot.com/2013/05/disleksia-kesulitan-membaca-menulis_16.html
http://fanisliend.blogspot.com/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html
http://andika752.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://syauquljazil.wordpress.com/2013/01/06/49/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar