SUKU PEKAL
Suku
Pekal adalah suku bangsa yang mendiami wilayah
sekitar kabupaten Mukomuko yang
berada dekat perbatasan Jambi danSumatera Barat.
Populasi suku Pekal pada sensus tahun 2000 sebesar 30.000 orang.
A. Sejarah
Suku
bangsa Pekal berkaitan dengan mitologi suku bangsa lainnya yang dominan
terdapat di wilayah perbatasan suku bangsa Pekal. Mitologi ini berkaitan dengan
mitologi suku Rejang dan hikayat Raja Inderapura dari Minangkabau. Mitologi suku Rejang[L1] sendiri memiliki pertalian erat
dengan hikayat-hikayat kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.
Kisah
perjalanan Empat Petulai dari Pagaruyung menjadi bagian dari mitologi
suku Rejang. Dalam mitologi tersebut terlampir mitologi keberadaan suku Pekal.
Dalam satu sisi terlihat bahwa secara langsung suku Rejang mengakui orang-orang
dari suku Pekal merupakan bagian dari suku Rejang di bawah Bangmego Tubui. Dari
sisi lain pada dasarnya suku Pekal tidaklah dapat disebutkan sebagai bagian
dari suku Rejang. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa, aturan dan nilai
budaya serta struktur sosial lainnya yang sebagian mengambil tata aturan nilai
budaya Minangkabau.
Pekal
berasal dari kata "mengkal" yang berarti seperti buah yang belum
masak, namun juga sudah tidak lagi mentah. Dapat dimaknai bahwa suku Pekal
dapat juga disimpulkan merupakan bentuk mengkal dari suku Rejang dan suku
Minangkabau. Tidak terlepas dari asal-mula Ketahun. Dahulu kala ada seorang
raja asal Rejang Lebong mempunyai 7 orang anak.
Cerita ini bermula dari anak terakhir dan satu-satunya anak perempuan yang
bernama putri Rindu Bulan. Karena putrinya ini main mata dengan pemuda biasa di
kerajaannya, sehingga membuat raja Rejang Lebong marah. Raja memerintahkan
keenam putranya untuk membunuh putrinya tersebut. Atas perintah dari ayahnya
berangkatlah enam anaknya itu, namun keenam kakaknya ini tak tega membunuh
adiknya. Malah mereka membawa adik bungsunya ke pinggir sungai besar dan
membuatkan sebuah rakit dari
bambu dengan dibekali beras dan ayam. Maka berakitlah sang putri
menelusuri sungai. Sungai ini berasal dari dua bukit yang
satu itu bukit Tapus yang sungainya bermuara di muara Ketahun dan yang satunya
lagi bermuara ke Jambi.
Hari demi hari, minggu demi minggu bahkan berbulan-bulan hingga setahun putri
Rindu Bulan menyelusuri sungai hingga rakitnya rusak di muara. Kemudian ayam
yang dibawa berubah menjadi seekor elang, sedangkan beras yang dibawa tertumpah dan
berubah menjadi senggugu.
Setelah
rakitnya diperbaiki, putri Rindu Bulan kembali berakit hingga akhirnya sampai
di pulau Pagai di daerah Padang. Kemudian ia diselamatkan oleh
orang-orang di sana. Putri Rindu Bulan diberikan baju yang bagus. Karena kecantikanya, sang
putri Rindu Bulan mampu memikat anak raja dari kerajaan Pagai. Kemudian
dipinanglah putri Rindu Bulan dan menikahlah mereka. Di daerah asal putri Rindu
Bulan, ayahnya bertanya kepada keenam anaknya. Apakah putri Rindu Bulan telah
dibunuh. Tentunya keenam kakaknya menjawab tidak, karena mereka tidak tidak
tega membunuh adik kandung mereka sendiri, mereka terlalu menyayanginya.
Putri
Rindu Bulan kemudian mengatakan pada suaminya bahwa daerah asalnya dari daerah
Rejang Lebong. Kwmudian putri Rindu Bulan dan suaminya mengutuskan untuk
kembali ke Rejang Lebong. Itulah awal cerita sungai Ketahun yaitu berasal dari
sungai yang dilewati oleh putri Rindu Bulan selama setahun, maka sungai itu
diberi nama sungai Ketahun dan
juga daerahnya yang bernama Ketahun. Ada juga riwayat lainnya mengenai asal
istilah dari kata ketahun, dahulu orang belanda yang masuk kedaerah
itu mengambil sumber alam yang ada di sana. Karena di sana banyak sekali harimau, maka orang belanda
tersebut menyebut daerah itu Kat Town. Seiring waktu, ejaan
tersebut disesuaikan dengan kebiasaan setempat, dan daerah tersebut menjadi
Ketahun.
B. Bahasa
Bahasa
suku Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau dan
bahasa Rejang. Sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya terbatas pada
bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa lainnya
seperti Batak, Jawa, dan Bugis. Perbedaan varian bahasa menjadi ciri khas
lainnya dari campur bahasa pada suku Pekal. Varian tersebut berkaitan dengan
intensitas hubungan dengan suku Minangkabau dan Rejang. Jika daerah tersebut
lebih dekat dengan daerah suku Rejang, varian bahasa yang terlihat dari dialek
akan mengarah pada bahasa Rejang. Jika mendekati wilayah budaya Minangkabau,
dialeknya akan mengarah pada bahasa Minangkabau.
C. Budaya
Tradisi
dan budaya Pekal ini banyak dipengaruhi oleh dua budaya lain seperti dari
budaya Minangkabau dan budaya Rejang. Sepertinya mereka sangat mudah menyerap
tradisi dan budaya dari luar, dan menerimanya menjadi bagian dari budaya mereka
sendiri. Saat ini sangat susah mencari akar budaya dari suku Pekal, Karena
sebagian besar mereka ambil dari tradisi dan budaya dari luar mereka.
Suku
Pekal adalah pemeluk Islam secara mayoritas. Beberapa acara adat dan seni
budaya mereka juga terlihat unsur Islami. Walaupun mereka telah memeluk Islam,
tetapi beberapa kepercayaan terhadap hal-hal animisme dan dinamisme masih terlihat dalam kehidupan
masyarakat suku Pekal. Mereka mempercayai hal-hal gaib dan tempat-tempat
keramat yang konon dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan mereka.
Rumah
adat masyarakat suku Pekal itu sendiri tidak berbeda dengan rumah adat dengan
suku lainnya yang ada di Bengkulu, yaitu rumah panggung. Sedangkan untuk
senjata suku Pekal yaitu keris, tombak, dan parang. Baik yang dianggap sebagai
benda keramat dan juga digunakan sebagai senjata untuk berburu hewan serta
digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang lainnya. Makanan khas dari Suku Pekal
itu sambal unjang. Sambal unjang adalah makanan yang dimasak dalam bambu dan
isinya ikan dicampur dengan rempah-rempah. Ikan itu dihancurkan bersamaan
dengan bumbu-bumbu dan diletakkan di atas api dan di atasnya ditutup dengan
daun pisang. Hampir sama dengan cara memasak lemang ataupun memasak ikan pais, namun
yang membedakannya ikan pais menggunkan daun pisang kalau sambal unjang
menggunakan bambu.
D. Mata pencarian
Masyarakat
suku Pekal ini rata-rata hidup dan berprofesi sebagai petani pada perladangan
dan perkebunan. Beberapa dari masyarakat suku Pekal juga telah bekerja pada
sektor swasta dan sektor pemerintahan. Suku Pekal 80% mata pencariannya
merupakan petani, yakni mayoritas berkebun karet dan kelapa sawit. Dari mata pencarian ini terlihat
bahwa suku Pekal pada masa sekarang berada pada tingkatan peradapan pertanian.
Teknik ini merupakan ciri-ciri dari tingkatan peradapan pertanian menetap. Ada
jugamasyarakat suku Pekal yang berada di pesisir pantai yang memanfaatkan
hasil laut sebagai nelayan. Ada juga sebagian
dari masyarakat suku Pekal juga bekerja di tambang batu bara milik PT
Bijaksana dan di tambang emas di Lebong yang dikenal
dengan tambang emas Lebong Tandai.
E. Sistem
kekerabatan
Sistem
kekerabatan suku Pekal sangat erat antar sesama masyarakat suku Pekal. Berbeda
dengan orang yang baru mereka kenal, mereka akan melihat apakah orang tersebut
baik atau tidak. Jika orang tersebut baik maka mereka akan menganggap orang
tersebut seperti saudaranya sendiri, namun jika kelakuan orang buruk maka
mereka akan menjauhinya.
F. Pernikahan
Dalam
adat suku Pekal, wanita itu dijujur atau dibeli oleh
laki-laki, kebalikan dari adat suku Minang. Jika seorang wanita itu sebelum
menikah akan dimandikan dengan uang logam dan disumpah, maka wanita itu telah
dijual kepada calon suaminya dan wanita itu telah menjadi hak dari suaminya.
Uang yang berasal dari pembelian adiknya tadi juga dipakai oleh kakaknya untuk
membeli wanita yang akan jadi calon istrinya. Adat ini mulai hilang dan jarang
lagi ditemui karena perubahan zaman.
Proses pernikahan suku
pekal adalah sebagai berikut:
1. Melamar atau
berasan
2. Biaya adat
3. Menikah
4. Berarak (supaya
orang-orang tahu bahwa akan ada yang menikah maka acara arakan ini wajib tidak
boleh ditinggalkan).
5. Duduk di kursi di
tengah laman dikelilingi oleh orang banyak dan diiringi dengan tarian pencak silat.
6. Kembali ke
pelaminan.
7. Minum punai untuk orang yang
menolong dalam menyiapkan pernikahan, yaitu pada pagi hari.
8. Makan besak
maksudnya hari puncak dengan makan-makan bersama pada sorenya.
9. Setelah selesai
acara pernikahan, besok harinya diadakan ngubak basung atau doa (balik bahasa).
10. Adat pulang bukti
gadis, ini adalah adat yang menyatakan kesediaan menerima perempuan yang
dinikahi jika masih perawan. Pada adat ini sang suami memberikan seperai
atau alas tidur saat malam pertama kepada ibu si perempuan sebagai tanda
anaknya masih suci. Jika tidak suci lagi, sang laki-laki berhak mengembalikan
anak gadisnya yang tidak dapat menjaga kesuciannya. Si lelaki berhak
membatalkan pernikahan. Ini menandakan betapa tinggi
masyarakat suku Pekal menganut ajaranagama Islam yang sejati.
G. Agama
Masyarakat
suku Pekal mayoritas beragama Islam, namun masyarakat suku Pekal masih percaya
terhadap roh-roh nenek moyang atau memelihara makhluk gaib seperti harimau.
Menurut mereka, seorang warga Pekal yang sudah meninggal nantinya akan berubah
menjadi seekor harimau. Jadi ada sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat
suku pekal jika sawah atau ladang mereka dirusak oleh babi. Dalam ritual tersebut
masyarakat Pekal memberikan sesajen di daerah sawah atau ladang mereka
yang dirusak oleh babi tersebut. Sesajen itu berapa tujuh telur ayam kampung
yang diletakkan bidai (anyaman
bambu) dan diiringi oleh mantera-mantera. Mereka percaya bahwa sesajen yang
mereka berikan akan dimakan oleh roh-roh nenek moyang mereka. Menurut
kepercayaan bahwa roh-roh nenek moyang mereka akan berubah menjadi harimau
untuk mengusir babi. Setelah mereka melakukan ritual itu maka biasanya pada
malamnya memang terdengar suara harimau dan itu sangat dipercayai oleh suku
Pekal. Jadi, sawah atau ladang mereka tidak perlu dijaga lagi karena sudah
dijaga oleh harimau. Acara keagamaan suku Pekal sama seperti acara keagamaan suku-suku
lainnya yang ada di Bengkulu seperti zikir dan berdendang.
H. Kesenian
Ada
tari gandai yaitu tarian bartautan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari
suku Pekal asli. Jika dilakukan oleh laki-laki dan perempuan secara berpasangan
yang berasal dari suku Pekal asli maka disebut tari gandai ambat. Tarian yang
dilakukan secara bergantian menunjukkan aksi dan kehebatan mereka, biasanya
tari ini diiringi oleh redap, serunai, gong yang merupakan alat musik
tradisional dari suku Pekal. Ada tiga jenis tarian gandai yaitu leluen, nenet,
dan sementaro. Tarian gandai ini wajib ditampilkan saat pesta pernikahan, namun
bisa juga ditampilkan pada saat upacara penyambutan tamu dari pejabat-pejabat
atau orang penting yang datang. Lagu daerahnya yaitu berpantun (gamat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar