Pengaruh ISLAM DI
ANDALUSIA (SPANYOL)
Sebelum
kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai
oleh orang Kristen Visigoth. Pada tahun 711 M, pasukan Umayyah yang sebagian
besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin
jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di
Damaskus.
Pasukan ini mendarat di Gibraltar
pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari
Visigoth dalam Pertempuran Guadalete ( 711 M ), kekuasaan Islam terus
berkembang hingga pada tahun 719 M. Hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias
yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam
menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh
kaum Frank dalam pertempuran Tours (732 M). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah
ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis
bagian selatan yang disebut sekarang.
A.
Perkembangan Politik
Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai
oleh seorang wali Yusuf Al-Fihri (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di
Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an M,
terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Dan pada
tahun 746 M, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi
seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Pada tahun 750 M, bani Abbasiyah
menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas
daerah-daerah Arabia. Namun pada tahun 756 M, Abdurrahman I (Ad-Dakhil)
melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir
Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang
baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah telah membunuh sebagian besar
keluarganya.
Ia memerintah selama 30 tahun,
namun memiliki kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan ia berusaha menekan
perlawanan dari pendukung Al-Fihri maupun khalifah Abbasiyah.
Selama satu setengah abad
berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki
kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika
Utara bagian barat. Pada kenyataannya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di
daerah yang berbatasan dengan kaum Kristen, sering mengalami naik-turun
politik, itu tergantung kecakapan dari sang Amir yang sedang berkuasa. Amir
Abdullah bin Muhammad bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.
Cucu Abdullah, Abdurrahman III,
menggantikannya pada tahun 912 M, dan dengan cepat mengembalikan kekuasaan
Umayyah atas Al-Andalus dan bahkan Afrika Utara bagian barat. Pada tahun 929 M
ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang memiliki
kedudukan setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan
Syi’ah di Tunis.
B.
Masa kekhalifahan
Andalusia –
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715
M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana
Ummat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan
Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa
yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair Rahimahullahum
ajma’in.
Tharif dapat disebut sebagai
perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan
benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah
tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak
mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa
harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif
dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di
Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta
rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol
sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah.
Thariq ibn Ziyad Rahimahullah
lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan
hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang
didukung oleh Musa ibn Nushair Rahimahullah dan sebagian lagi orang Arab yang
dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat
di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah. Sebuah gunung tempat pertama
kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dengan dikuasainya daerah ini,
maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di
suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ
Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti
Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum Thariq
Rahimahullah berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan
kepada Musa ibn Nushair Rahimahullah di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan
pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya
12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih
besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai
oleh Thariq ibn Ziyad Rahimahullah membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang
lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair Rahimahullah merasa perlu
melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan
Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu,
dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa
Rahimahullah berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta
mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung
dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai
Navarre.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz
Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai
daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan
dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah, tetapi usahanya itu gagal dan ia
sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan
kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah. Dengan pasukannya, ia
menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours.
Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel,
sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur
kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat
penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M,
dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta,
Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman
Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang
geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh
Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting
dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah.
Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang
menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor
eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik,
dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik,
wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil.
Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran
agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap
penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian
terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang
tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam
sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan
ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti
kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.
Berkenaan dengan itu Amer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan,
ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material,
kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada
dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic.
Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada
penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang
penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam
negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun
711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan
Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk
keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat
dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih berada di bawah
pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju
pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung
oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di
bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat
menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik
ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat
jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi,
dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth
terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika
Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan
begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak
Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan
Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin.
Sementara itu terjadi pula
konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah.
Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha
umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat
buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa Rahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam
lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang
tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang
selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan
faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa,
tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan
wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat,
tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani,
dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah
ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang
terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiran Islam di sana.
C.
Perkembangan Peradaban
Umat Islam di Spanyol telah
mencapai kejayaan yang gemilang, banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan
pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks,
terutama dalam hal kemajuan intelektual.
Dalam masa lebih dari tujuh abad
kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana.
Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan
kemudian membawa dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur.
Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya
banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari :
– Komunitas-komunitas Arab (Utara
dan Selatan)
– Al-Muwalladun (orang-orang
Spanyol yang masuk Islam)
– Barbar (umat Islam yang berasal
dari Afrika Utara)
– Al-Shaqalibah (tentara bayaran
yang dijual Jerman kepada penguasa Islam)
– Yahudi
– Kristen Muzareb yang berbudaya
Arab
– Kristen yang masih menentang
kehadiran Islam
Semua komunitas itu, kecuali yang
terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya
Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di
Andalusia – Spanyol.
1. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia
berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa
Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976
M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar,
sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan
persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi
saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan
meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah
menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan
karyanya Bidayah al- Mujtahid.
2. Sains
IImu-ilmu kedokteran, musik,
matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas
ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam
ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan
menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat
menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari
Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan
saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan
wanita.
Dalam bidang sejarah dan
geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal, Ibn Jubair
dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania
dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai
dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn
Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas
bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian
nama-nama besar dalam bidang sains.
3. Fiqih
Dalam bidang fiqh, Spanyol Islam
dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana
adalah Ziad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya
yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya
diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan
Ibn Hazm yang terkenal.
4. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi yang
dijiluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu
tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu.
Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun
wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
5. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh
orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan
bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn
Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali
al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan
kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-’Iqd al-Farid
karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam,
Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar