MAKALAH
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
“KARAKTERISTIK PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA DAN
PERKEMBANGANNYA DARI MASA KEMASA”
DISUSUN OLEH
Kelompok 1
Asep Hardianto : 1611270002
Trilaki
Artagani : 1611270015
Dosen Pembimbing:
Hj. Asiyah. M.Pd.
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BENGKULU
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji
dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya.
Makalah
ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bengkulu,
.............. september 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
pengantar................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang................................................................................ 1
B. Rumusan
masalah........................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian IPS................................................................................ 3
B.
Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)........ 7
C.
Perkembangan IPS di Indonesia.................................................... 11
D.
Perkembangan Pendidikan Ilmu
Sosial.......................................... 13
E.
Perkembangan pemikiran IPS dari
dalam dan luar negeri ............. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 23
B. Saran............................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada hakikatnya perkembangan hidup manusia
mulai saat lahir sampai menjadi dewasa tak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh
karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tak asing bagi tiap orang .
Sejak bayi telah melakukan hubungan dengan
orang lain terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga yang lainnya.
Meskipun dengan sepihak. Hubungan sosial itu telah terjadi, tanpa hubungan
sosial bayi tidak akan mampu berkembang menjadi manusia dewasa.
Pengalaman manusia di luar dirinya tak hannya
terbatas hanya dalam keluarga tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung
dsb. Hubungan sosial yang dialami makin meluas. Dari pengalaman dan pengenalan
dan hub. Sosial tsb dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan. Pengetahuan
yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum
dalam “pengetahuan sosial”.
Segala peristiwa yang dialami dalam kehidupan
manusia telah membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing.
Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek
hubungan sosisal, ekonomi, sosial, budaya, politik, psikologi, sejarah,
geografi.
Beraspek majemuk berarti kehidupan sosisal
meliputi berbagai segi yang berkaiatan satu sama lain. Bukti bahwa manusia
adalah multiaspek, kehidupan sosial yang merupakan hubungan aspek-aspek ekonomi
adalah sandang, papan, pangan merupakan kebutuhan manusia.
Kehidupan manusia tak hanya terkait dengan
aspek sejarah tatapi juga dengan aspek ruang dan tempat. Sering kita ditanya
“kapan kamu lahir” dan dimana kamu lahir” ini menunjukkan bahwa ruang atau
tempat memiliki makna tersendiri bagi kehidupan kita manusia. Karena setiap
aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas untuk mempelajari dan
mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang khusus.[1]
Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan
bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial masing-masing.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat IPS itu?
2.
Bagaimana paradigma pendidikan IPS di
Indonesia?
3.
Bagaimana perkembangan pendidikan IPS di
Indonesia?
4.
Apa saja tantangan perkembangan pendidikan IPS
bagi masyarakat Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan hakikat IPS.
2.
Menjelaskan paradigma pendidikan IPS di
Indonesia.
3.
Menjelaskan perkembangan pendidikan IPS di
Indonesia.
4.
Menjelaskan tantangan perkembangan pendidikan
IPS bagi masyarakat Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian IPS
IPS yang juga dikenal dengan nama social
studies adalah kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem
kehidupan bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan
sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga yang dekat sampai jauh. IPS
juga mengkaji bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan demikian, IPS mengkaji tentang keseluruhan kegiatan manusia.
Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa
nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja,
melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia
dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut.
Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata
pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara
historis muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA
tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain
sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu
(integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross.
Karakteristik
ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang
cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat dipahami
mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan
kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan
alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara
demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman,
di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan
sosial yang terjadi. Berkaitan dengan pengertian IPS, Barth mengemukakan
sebagai berikut.
Social studies was assigned the mission of
citizenship education, that mission included the study of personal/social
problems in an interdiciplinary integrated school curriculum that would
emphasize the practice of decision making.
Maksudnya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial
membawa misi pendidikan kewarganegaraan termasuk didalamnya pemahaman mengenai
individu atau masalah sosial yang terpadu secara interdisipliner dalam
kurikulum sekolah yang akan menekankan pada praktek pengambilan keputusan.
Sementara itu, menurut National Council for
Social Studies2) definisi IPS (social studies) adalah sebagai berikut.
Social studies is the integrated study of
social science and humanities to promote civic competence. Within the school
pogram, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such
diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy,
political science, psychology, religion, and sociology as well as appropriate
content from humanities, mathematics and natural sciences.
Artinya, IPS merupakan studi terintegrasi dari
ilmu-ilmu sosial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang
dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang
dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi,
geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama,
sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam.
Senada dengan pendapat Barth di atas, Pusat
Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar
realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner
dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5).
Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata
pelajaran IPS disebutkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai
dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang
SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar
mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai.
Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS
sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu
integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan
untuk merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat persekolahan. Implikasinya,
berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja
ilmuwan sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam
ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk
kepentingan pendidikan.
Berdasarkan
perspektif di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari
struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan
Somantri, 2001: 103). Pengertian umum ini mengimplikasikan adanya
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari berbagai disiplin
akademis ilmu-ilmu sosial. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan psikologis
tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya
tersebut. Dengan cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan
berbagai fungsi yang diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan
pencapaian tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. [2]
Menurut para ahli pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial atau social studies
merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. di Indonesia pelajaran ilmu
pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian
tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas,
yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan
yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun
di masa lampau. Dengan demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat
menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat
manusia. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial, mari kita
simak pengertian dari beberapa ahli:
1. Somantri
(Sapriya:2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu ilmu
sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
2. Mulyono
Tj. (1980:8) berpendapat bahwa IPS adalah suatu pendekatan interdisipliner
(inter-disciplinary approach) dari pelajaran ilmu-ilmu soial, seperti sosiologi
antropologi budaya, psikologi sosial,sejarah, geografi, ekonomi, politik, dan
sebagainya.
3. Saidiharjo
(1996:4) menyatakan bahwa IPS merupakan
kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti:geografi, ekonomi, sejarah,sosiologi,politik
4. Moeljono
Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan
interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi,
ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan
instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah
dipelajari.
5. Nu’man
Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan
mengandung arti:
a) menurunkan
tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas
menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah
dasar dan lanjutan,
b) mempertautkan
dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat
sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
6. S.
Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan
sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum
sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri
atas berbagai subjek sejarah,ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan
psikologi sosial.
7. Tim IKIP
Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan bidang studi yang menghormati,
mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan
masalah-masalah human relationship hingga benarbenar dapat dipahami dan
diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan bentuk yang terpadu dari
berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan
kepentingan sekolah sekolah.[3]
B. Karakteristik
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Pembelajaran
IPS istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih
relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies
dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali
digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang
mengembangkan kurikulum di AS (Marsh, 1980; Martoella, 1976).
Kurikulum
pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990),
merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987) mengatakan bahwa
pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada
“transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik
diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan
serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang
telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus
diformulasikannya pada aspek kependidikannya.
Ada 10 konsep social studies dari NCSS, yaitu
(1) culture
(2) time,
continuity and change
(3) people,
places and environments
(4) individual
development and identity
(5) individuals,
group, and institutions
(6) power,
authority and govermance
(7) production,
distribution and consumption
(8) science,
technology and society
(9) global
connections
(10)
civic
idealsand practices
Konsep IPS, yaitu:
1. interaksi
2. saling
ketergantungan
3. kesinambungan
dan perubahan
4. keragaman/kesamaan/perbedaan
5. konflik
dan konsesus
6. pola
(patron)
7. tempat
8. kekuasaan
(power)
9. nilai
kepercayaan
10. keadilan
dan pemerataan
11. kelangkaan
(scarcity)
12. kekhususan
13. budaya
(culture)
14. nasionalisme
Mengenai
tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai
sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut, Gross (1978)
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara
tegas ia mengatakan “to prepare students to be well functioning citizens in a
democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik menggunakan
penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya (Gross,
1978).
Ilmu
pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian
dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di
lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu peserta didik dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin
mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Kosasih, 1994).
Pada
dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal
kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat,
minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan
tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang
mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru
dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran
senantiasa terus ditingkatkan (Kosasih, 1994), agar pembelajaran Pendidikan IPS
benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan
dasar bagi peserta didik untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal
ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi
tercapainya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986).
Pola
pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan
pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya
mencecoki atau menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat
hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa
yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam
melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah
sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan
pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan
perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna
dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996).
Karakteristik
mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat
monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai
disiplin ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan
realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner.
Geografi,
sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan
dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial,
aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan
spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu
politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada
aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan
psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif
konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.[4]
Karakteristik
IPS diantaranya :
1. Integrated
(terpadu)
2. Interdisipliner
(dapat dikaji dari satu bidang ilmu pengetahuan)
3. Multidisipliner
(dapat dikaji dari berbagai bidang keilmuan/rumpun pelajaran)
4. Psiko
pedagogis (kajian IPS harus mempertimbangkan kemampuan berfikir siswa dengan
memperhatikan Psikologi perkembangan mereka.
5. Cross
disipliner (menyilangkan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain yang
relevan)
6. Social
learning (dalam IPS harus ada aspek ilmu yang bisa dipelajari)
7. Social
education (dalam IPS harus ada ilmu yang bisa diambil)
8. Synthetic
discipline
9. Scientific
boundary line
10. Kajian
Sistematika[5]
C.
Perkembangan IPS di Indonesia
IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang
dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat
perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan. Pengembangan kurikulum
IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan
mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa
hal
a.
Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi
sosialnya yang labil, memerlukan masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai
suatu bangsa yang bulat.
b.
Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan
budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan dan pengajaran yang seirama
dengan laju perkembangan tersebut.
c.
Agar output pendidikan persekolahan benar-benar
lebih relevan dengan tuntutan masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan
materi yang dimuat dalam kurikulum atau dipelajari peserta didik dapat
bermanfaat.
Segi lain yang menyebabkan dikembangkannya
kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak didik adalah
menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan masyarakat.
Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai
kurikulum 1968, program pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara
(pendekatan) tradisional. Ilmu sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi) dan
ekonomi masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli menyadari bahwa
sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan. Terkait dengan
pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada IKIP
Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut social
studies yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola
pengajaran social studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya.
Dalam penerapannya, guru-guru social studies di
sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan keterampilan
secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi
dan ekonomi. Dalam lingkup nasional, ide-ide untuk menerapkan pengajaran social
studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972. Untuk menyongsong
dilaksanakannya pengajaran social studies, telah dilaksanakan seminar-seminar
sosial seperti “Seminar Sejarah” di Yogyakarta pada tahun 1971, “Seminar
Geografi” di Semarang pada tahun 1972, dan “Seminar Kepebdudukan” di Bandung
pada tahun 1973.
Pada tahun 1972, oleh Badan Penilitian
Pendidikan (sekarang menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan/BP3K), di Jakarta diselenggarakan pertemuan para ahli pendidikan
berbagai ilmu disiplin ilmu dari IKIP dan lembaga-lembaga lain untuk membahas
masalah rencana pembaharuan kurikulum sekolah di Indonesia. Pertemuan tersebut
menyepakati penerapan prinsip kerja kurikulum Broadfield untuk mata pelajaran
ilmu-ilmu sosial, yaitu sistem kurikulum yang mengelompokkan mata pelajaran
sejenis yang menjadi satu bidang studi. Disepakati pula untuk mata pelajaran
kemasyarakatan (ilmu sosial) seperti sejarah, geografi, ekonomi dan lain-lain
dikelompokkan (dipadukan) dalam satu bidang studi dengan nama Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Pemaduan ilmu-ilmu sosial menjadi bidang studi IPS diterapkan
pada Kurikulum 1974 untuk 8 buah proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP).
Setahun kemudian nama bidang studi IPS resmi memperoleh status formal melalui
pembakuan Kurikulum 1975 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.[6]
D.
Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial
a.
Orde Lama
Pada kurun waktu tahun
1945-1964 istilah IPS di Indonesia belum dikenal. Namun, pembelajaran yang
memiliki karakteristik sama dengan IPS merujuk kepada definisi social studies
menurut Edgar Wesley (1937) yang menyatakan bahwa “social studies are the social
sciences simplified for pedagogical purposes” (Pendidikan IPS adalah ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan). Kenyataan ini dapat
dilihat dari adanya mata pelajaran sejarah, geografi, civics, koperasi yang
disampaikan secara terpisah di sekolah dasar, dan mata pelajaran ekonomi,
sosiologi, dan antropologi di sekolah menengah.[7]
b.
Orde Baru
Pertumbuhan IPS di
Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan,
sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru.Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim
Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam
bidang pendidikan.
1. Kuantitas, berkenaan
dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut
peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan
dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem
pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda
dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
No
|
Kurikulum
Tahun
|
Nama
Pelajaran
|
Scope
Materi
|
Keterangan
|
1
|
1964
|
Pendidikan Kemasyarakatan
|
Ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewarganegaraan
|
MerupakanBroad Filed dari materi
tersebut dan diajarkan secara terpisah
|
2
|
1968
|
Sda
|
Ilmu bumi, sejarah, dan Pendidikan Kemasyarakatan
|
Diajarkan sejak kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD
|
3
|
1975
|
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
|
Pengetahuan Sosial dan sejarah
(PMP terpisah dari
IPS)
|
Diajarkan sejak kelas 3
Diajarkan sejak kelas
1
|
4
|
1984
|
Sda
|
Disusun secara terintegrasi dari beberapa Ilmu
Sosial
|
Sejarah diajarkan secara terpisan dari IPS
|
5
|
1986
|
Sda
|
Penyempurnaan dari kurikulum 1984
|
Kurikulum 1984 yang disempurnakan
|
6
|
1994
|
Sda
|
Sda
|
Pendekatan inkuiri
|
7
|
2004
|
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial
(PKPS)
|
IPS dan PKn diintegrasikan menjadi satu bidang
pengajaran di Sekolah Dasar
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menekankan
kepada penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
|
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali
muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun
1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3
istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
- Pengetahuan Sosial
- Studi Sosial
- Ilmu Pengetahuan
Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia
persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung.Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan
istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran
terpadu. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah:
1.
Studi Sosial sebagai
mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi,
sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
2.
Pendidikan Kewargaan
Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
3.
Civics dan Hukum
sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum
PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu:
1.
Pendidikan IPS,
terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
2.
Pendidikan IPS
terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi
dan geografi.
3.
Pendidikan Kewargaan
Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi
terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu:
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan
Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
1.
Pendidikan IPS terpadu
untuk SD
2.
Pendidikan IPS
terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk
sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
3.
Pendidikan IPS
terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk
SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi
kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan
mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi, untuk Sekolah Menengah Pertama
sejarah, ekonomi, geografi ditambah kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk
SMA sejarah, geografi dan ekonomi, kependudukan, koperasi ditambah tata buku
dan hitung dagang.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan
dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari
Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.Pada
kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan
untuk SMA Atas tidak lagi dikenal IPS terpadu , melainkan diajarkan secara
terpisah. Maka muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi,
antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah memberlakukan
kurikulum baru lagi yaitu kurikulum l994.menurut kurikulum 1994, program
pengajaran IPS di sekolah dasar terdiri dari IPS terpadu dan sejarah nasional.
IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai
kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional
adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa
lampau sampai dengan masa kini.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan
kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan
kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan
setempat. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan
prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh
generasi yang kuat dan berakhlak mulia.
Tahap – tahap perkembangan Kurikulum IPS Sekolah Dasar
mulai berkembang yaitu pada Tahun 1964, 1968, 1975, 1984, 1986, 1994, 2004
hingga Kurikulum 2006 (KTSP) yang digunakan sampai sekarang . Selintas dengan
sejarah yang melatarbelakangi perkembangan kurikulum di tanah air, maka
perkembangan kurikulum secara nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
pendidikan dari dulu hingga sekarang.
a.
Masa Sekarang
IPS merupakan mata
pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian
geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tatanegara dan sejarah (kurikulum,
1994) yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar
yang berguna bagi dirinya dalm kehidupan sehari – hari, tetapi kenyataan
dilapangan berbeda dengan yang diharapkan, IPS dalam kehidupan, baik kalangan
siswa maupun orang tua dianggap sesuatu yang tidak membanggakan, contoh lain :
IPS hanya sebagai hapalan belaka sehingga bosan, tidak dapat menggunakan alat
–alat kongkrit (fasif), tidak menjamin, sehingga yang amsuk IPS dianggap orang
– orang yang gagal, padahal tidak demikina eksistensi IPS dalam membentuk
kepribadian dan mengasah kecerdsan siswa.
Pada Kurikulum 1994, mata pelajaran IPS mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi setelah diberlakukannya
Undang-undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagai
implikasi dari pelaksanaan UU tersebut muncul kajian kurikuler yang
menggantikan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Seorang guru SD yang kreatif dapat dilihat pada saat
mengajar pelajaran IPS.Tidak selamanya materi IPS dapat diceritakan dan
dihafalkan, melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang tinggi seperti
belajar tentang geologi, geomorfologi, kosmografi.Tanpa berfikir yang rasional
dan nalar yang tinggi sangat sulit mengerti tentang bahan kajian tersebut.Tidak
hanya pelajaran eksak yang menjadi tolak ukur kecerdasan siswa pelajaran IPS
pun dapat dijadikan tolak ukur, karena siswa yang cerdaslah yang dapat
menelaah, menganalisa, dan mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu peristiwa
sosial yang terjadi di masyarakat.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga
negara Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS)
terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan
berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia
dan Asia termasuk Indonesia.
Pakar PIPS seperti Prof. Nu`man Somantri, M.Sc.Ed,
Prof. Dr. Azis Wahab, M.A., dan Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H. M.Pd.
mengungkapkan, bahwa proses pembelajaran IPS di tingkat persekolahan mengandung
beberapa kelemahan seperti:
1.
Kurang memperhatikan
perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi , dan peran PIPS di sekolah Tujuan
pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful).
2.
Posisi, peran, dan
hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan Informasi faktual
lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendayagunakan sumbr-sumber
lainnya.
3.
Lemahnya transfer
informasi konsep ilmu-ilmu sosial Out put PIPS tidak memberi tambahan daya dan
tidak pula mengandung kekuatan (not empowering and not powerful).
4.
Guru tidak dapat
meyakinkan siswa untuk belajar PIPS lebih bergairan dan bersungguh-sungguh
Siswa tidak dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri.
5.
Guru lebih mendominasi
siswa (teacher centered) Kadar pembelajaran yang rendah, kebutuhan belajar
siswa tidak terlayani.
6.
Belum membiasakan
pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan dengan
melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas
dan sekolah Dalam pertemuan kelas tidak menggagendakan setting lokal, nasional,
dan global, khususnya berkaitan dengan struktur sistem sosial dan perilaku
kemasyarakatan.
IPS sebagai mata
pelajaran di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis. Hal ini
terbukti dengan banyak ide atau pemikiran dari para ahli seperti Robert E.
Yager yang memasukkan ilmu, teknologi dan masyarakat (ITM) baik
sebagai bidang penerapan dan hubungan, kreativitas dan sikap, maupun konsep dan
proses.
Remy (1990)
mengemukakan konsep ITM memberikan konstribusi secara langsung terhadap misi
pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga negara yang:
- Memahami ilmu
pengetahuan di masyarakat.
- Pengambilan
keputusan warga negara.
- Membuat hubungan
antar pengetahuan.
- Mengingatkan
generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Melalui suatu studi “Project Synthesis”, Noris Harms
mengembangkan tujuan IPS untuk pendidikan sebagai berikut:
1.
IPS untuk memenuhi
kebutuhan pribadi individu.
2.
IPS untuk memecahkan
persoalan-persoalan kemasyarakatan masa kini.
3.
IPS Untuk membantu
dalam memilih karir.
4.
IPS untuk mempersiapkan
studi lanjutan.[8]
E. Perkembangan pemikiran
IPS dari dalam dan luar negeri
1.
Dalam wacana kurikulum
sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial,
yakin: program (pendidikan) ilmu-ilmu sosial (IIS) yang dibina pada
fakultas-fakultas sosial murni; disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDPIS) yang
dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial: dan pendidikan ilmu
pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama di dalam pendidikan
persekolahan
2.
Perkembangan PIPS dan
PDIPS secara konseptual terkait erat pada konsep “social studies” secara umum,
dan secara kurikuler terkait erat pada perkembangan PIPS dalam dunia
persekolahan. Oleh karena itu untuk melihat bagaimana karakteristik dan
perkembangan PDIPS perlu dikaitkan dengan konsep, dan perkembangan “social
studies” dan konsep serta perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan.
3.
Konsep “social studies”
secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun
1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada
tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the Social
Studies (NCSS) pada tahun 1935. Pilar akademik pertama muncul dalam pertemuan
pertama NCSS tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan “social studies”
sebagai “core curriculum”, dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai
pengertian “social studies” yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley,
yakni “The social studies are the social. sciences simplified for pedagogical
purposes”
4.
Dari penelusuran
historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun
1935 bidang studi “social studies” mengalami perkembangan yang ditandai dengan
ketakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara
tahun 1940-1950 “social studies” mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun.
1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan the new social
studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan
gerakan “social studies” yang menekankan pada “citizenship education”. Para
pendukung gerakan “the new social studies” kemudian mendirikan Social Science
Education Consortium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan “social
studies” yang terpisah pada “citizenship education”
5.
Pada era 1980-1990-an
NCSS kelompok berhasil, menyepakati “scope and sequence of social studies”,
yakni tahun 1963; kemudian pada tahun 1989 berhasil disepakati konsep “social
studies” untuk abad ke 21 yang dituangkan dalam “Charting A Course: Social
Studies for the 21st Century”, dan terakhir pada tahun 1994 disepakati
“Curriculum Standards for Social Studies”. Dalam perkembangan terakhir itu NCSS
masih tetap menempatkan “citizenship education” sebagai inti dari tujuan
“social studies”. Sementara itu pada kelompok SSEC, kelompok bidang studi
ekonomi mengembangkan secara tersendiri “economics education”.[9]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau
konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat
susah karena dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga professional
bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa
yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS
Indonesia) usianya masih sangat muda dan produktivitas akademisnya masih belum
optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar
anggota masih insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS
sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat
tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi
secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat
pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur).[10]
DAFTAR
PUSTAKA
Udin S. Winataputra. 2009. Materi dan
Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Wahab,Abdul Aziz.2008.konsep dasar IPS.
Jakarta: Universitas Terbuka.
https://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/07/18/paradigma-pendidikan-ips-di-indonesia/jam
22.53
Direktorat Tenaga Pendidik Dirjen PMPTK Depdiknas. 2008. Strategi
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengathuan Sosial.
Jakarta.
http://lalabudianti.blogspot.co.id/2011/12/kajian-ips-pada-tingkat-sekolah-dasar.html
http://maoapaadadisini.blogspot.co.id/2011/10/perkembangan-pemikiran-ips-dari-dalam.html
http://caturkakadea.blogspot.co.id/2013/06/hakikat-dan-karakteristik-pendidikan-ips.html
SAPRIYA, Dr, M.Ed. 2012.
Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya, Bandung,
https://farizdp15.wordpress.com/2014/03/03/perkembangan-pendidikan-ilmu-sosial/
http://komalaps.blogspot.co.id/2014/09/perkembangan-kurikulum-ips.html
[1] Udin
S. Winataputra. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
2009
[2]Wahab,Abdul
Aziz.konsep dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.hal 1.3-1.9
[3] http://lalabudianti.blogspot.co.id/2011/12/kajian-ips-pada-tingkat-sekolah-dasar.html
[4] Direktorat
Tenaga Pendidik Dirjen PMPTK Depdiknas.
2008. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengathuan
Sosial. Jakarta.
[5] http://caturkakadea.blogspot.co.id/2013/06/hakikat-dan-karakteristik-pendidikan-ips.html
8.21
[6] https://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/07/18/paradigma-pendidikan-ips-di-indonesia/jam
22.53
[7] SAPRIYA,
Dr, M.Ed, Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012
[8] https://farizdp15.wordpress.com/2014/03/03/perkembangan-pendidikan-ilmu-sosial/
8:55
[9] http://maoapaadadisini.blogspot.co.id/2011/10/perkembangan-pemikiran-ips-dari-dalam.html
20:23
[10] Udin
S. Winataputra. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas
Terbuka. 2009